(Cerita ini diketik ulang dari buku 30 KisahTeladan jilid 6)
Sa’ad bin Abdi Waqqash sangat berbakti kepada ibunya yang bernama Hamnah binti Sufyan bin Abi Umayyah. Ia tidak pernah membangkang, apapun yang dihendaki ibunya. Tiap pagi, bersama saudara saudara yang lain, ia selalu makan sama sama.
Sa’ad bin Abdi Waqqash sangat berbakti kepada ibunya yang bernama Hamnah binti Sufyan bin Abi Umayyah. Ia tidak pernah membangkang, apapun yang dihendaki ibunya. Tiap pagi, bersama saudara saudara yang lain, ia selalu makan sama sama.
Tetapi, hari itu wajah Sa’ad
keliahatan muram. Ia telah mendengar, tokoh Quraisy yang sangat dipujanya, Abu
Bakar, telah memeluk agama yang dibawa Muhammad, kemenakan Abu Thalib. begitu
pula Aly dan Zaid bin Haritsah. Dari Abu Bakar ia telah memperoleh keterangan
sejelas jelasnya tentang agama itu, bagaimana caranya beribadah yang benar,
memuji Tuhan yang benar, yaitu ALLAH SWT. Dan akalnya yang cerdas ikut
membenarkan agama itu. Sudah lama ia merasa tersiksa kalau bersama ibunya menyembah
nyembah berhala dan patung patung yang membisu. Mana mungkin Latta, Manata, dan
Uzza, betapapun raksasanya arca mereka, dapat berkuasa untuk dipuja, padahal
arca arca itu dibikin manusia dan diperjualbelikan. Apakah mungkin Tuhan yang
diperjualbelikan bisa mengatur kehidupan?
Namun, pada suatu hari, ketika ia
sedang bersujud ditikar sembahyang, beribadah kepada ALLAH, ibunya yang amat
dicintainya itu secara tidak sengaja memergokinua. Dengan mata terbelalak murka
ibunya menegur, “anakku, apa yang kamu lakukan itu?”
Sa’ad belum selesai
bersembahyang, karena itu ia tidak menjawab. Setelah selesai, barulah ia
menghadap ibunya dan menjawab, “Saya sedang beribadah kepada ALLAH, Tuhan yang
ESA, ibu.”
Hamnah makn berang dan berduka
cita. “Jadi, engkau telah meninggalkan agama nenek moyang? Tidakkah engkau
takut bakal dikutuk para berhala?”
“Berhala berhala itu Cuma patung
yang kita bikin sendiri, ibu. Mereka tidak memberi manfaat, dan tidak pula
menyebabkan bahaya atas kita,” Jawab Sa’ad
“Anak durhaka, aku tidak rela
anakku menjadi pengikut Muhammad.”
Dengan halus Sa’ad menyahut, “Maaf,
ibu. Muhammad adalah utusan ALLAH, dan Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang
sebenarnya, yakni ALLAH Azza Wajalla. Ia sendiri. Tidak ada sekutu bagiNya.”
Ibu Sa’ad kian marah. Ia mengancam,
apabila Sa’ad tidak mau kembali kepada kepercayaan lama, ia akan mogok makan
dan minum. Ia akan menyiksa diri sampai mati. Kecuali jika Sa’ad bersedia
keluar dari agama Muhammad.
Ancaman ini ternyata buklan bual
kosong belaka. Ibu Sa’ad betukl betul tidak mau makan dan minum selama beberapa
hari. Sampai badannya kurus kering dan matanya kuyu. Sa’ad sudah membujuk
bujuknya tiap hari, dan menyediakan makan minumnya dengan penuh kasih sayang,
namun ibunya bersikeras pada pendiriannya.
Sa’ad memang tidak teragukan
kecintaan dan kebaktiannya kepada orangtua. Namun, cinta dan baktinya kepada
ALLAH jauh lebih besar dari apapun didunia ini. Maka pada suatu hari
berikutnya, tatkala dengan nafas tersengal sengal, ibunya berkata, “Sa,ad,
kalau engkau masih membandel juga, tidak mau menyembah Lata, Manata dan Uzza,
biarkanlah aku mati sekarang juga,” Pemuda itu menunduk. Dengan bibir gemetar
ia menjawab, “ibu, didunia ini tidak ada yang lebih berharga bagi Sa’ad kecuali
ibu. Tetapi, untuk ingkar dari islam, walaupun misalnya ibu mempunyai seratus
nyawa dan nyawa itu keluar satu demi satu, jangan harapkan saya bergeser dari
keyakinan dan keimanan saya, bahwa Nabi Muhammad adalah utusan ALLAH dan bahwa
Tuhan yang patut disembah hanyalah ALLAH. Sekarang terserah, bagaimana
keputusan serta kebijaksanaan ibu sendiri.”
Hamnah menangis tersedu sedu. Kejadian
ini pun terdengar oleh Rasulullah. Beliau ikut berduka. Sampai akhkirnya turun
Firman ALLAH melalu Surah Luqman ayat 14-15 yang isinya mewajibkan setiap anak
berbakti kepada orang tuanya meskipun mereka tidak mau seagama dan seiman,
terutama kepada ibu yang telah mengandungnya dengan susah payah hingga
menyusuinya selama 2 tahun.
Dengan turunnya ayat itu, Sa’ad
lalu bersujud dikaki ibunya sambil memohon ampu. Diceritakannya ayat tersebut
kepada ibunya, bahwa selama ini sikapnya dianggap salah oleh Tuhan.
Mendengar keterangan Sa’ad
tersebut, dan menyadari alangkah mulianya ajaran islam yang disebarkan oleh
Muhammad, sampai demikian tingginya menghormati kedudukan kaum ibu, Hamnah
binti Sufyan bin Umayyah pun luntur kekerasan hatinya. Dengan penuh kesadaran
ia memeluk agama islam dan hidup sejahtera bersama anak anaknya.
Post a Comment